Sabtu, 04 Desember 2010

Resensi, "oh ngeresensi apa ya?"


Mata Kulaih Softskill memang membuat para mahasiswa/i memutar otak untuk membagi waktu luang untuk belajar dan berlayar di dunia maya. Walau hanya untuk menulis tugas dan tulisan bebas di dalam blog masing-masing dan di upload atau publish di studendsite-nya Universitas Gunadarma. Dari,,, sebanyak mungkin tulisan bebas dan tiga tulisan tugas yang diberikan langsung Ibu dosen, salah sutunya kali ini merensensi. Adalah tugas tulisan yang paling saya sukai dan paling menyusahkan. Bagaimana tidak? Meskipun sudah punya bahan untuk diresensi. Buku novel yang jadi pilihan. Itu berarti saya harus membaca kembali. Tentu saja saya tidak mau salah meresensi. Kalo salah, bisa-bisa novel yang diresensi nanti jadi negatif ditangkap para membaca yang belum membacanya sendiri.

Tapi, yang namanya baru belajar. Jadi kalo salah-salah dikit mohon dimaafkan sebesar-besarnya bagi pihak yang berkepentingan dan terutama penulis novel yang saya pilih menjadi bahan resensi. Dari banyak novel yang bagus-bagus. Sebenarnya saya masih binggung menentukan novel mana yang akan saya angkat buat jadi resensi untuk tugas kuliah softskill ini. Yang pasti saya lebih memilih meresensi novel asli tanah air dari pada buku novel terjemahan. Mungkin novel yang berjudul Ayat-ayat Cinta sangat menarik untuk diresensi. Karya Habbiburrahman El Shirazi yang diterbitkan Penerbit Republika. Mungkin sangat tepat untuk saya resensi atau lebih tepatnya belajar meresensi.

Awalnya saya tidak sama sekali tertarik apa lagi sampai sangat menyukainya jalan ceritanya. Waktu itu, saya masih duduk dibangku SMA dan novel ini meledak. Malahan, novel ini dipunyai teman akrab yang membawa dan membacanya di ruang kelas. Sama sekali sedikitpun tak penasaran. Dipinjamkan selama sebulan pun belum tentu saya membacanya. Melihat buku setebal itu minat membaca saya jadi luntur. Dan saya akan lebih memilih cerpen yang jumlah halamannya tak lebih dari 200. Itupun saya paksa untuk menyelesaikannya.

Setelah filmnya yang heboh dan juga meledak dan seketika itu minat untuk membacanya jadi sangat tinggi. Dan akhirnya punya kesempatan untuk membacanya. Itupun setelah beberapa tahun kemudian, saya baru menyempatkan diri. Ternyata luar biasa sangat menarik. Dari awal cerita hingga akhir penuh dengan poin-poin positif kehidupan nyata. Sepertinya saya diajak untuk memainkan peranan seorang Fahri yang sangat sempurna. Dalam hal keimanan dan niat yang selalu lurus melangkah di jalan Allah SWT. Wuchhh luar biasa, perjalanan realigius dan cinta sejati.

Saya yang baru setengah jalan menyelesaikan S.1. sedangkan Fahri S.2. di universitas tertua di dunia, di delta Nil Kota Cairo Mesir, tinggal menunggu pengumuman untuk menulis tesis Master atau Magister. Saya dan Fahri memang tak ada hubungannya. Hanya saja saya sangat kagum pada sosok pemuda seperti dia. Dia seorang pemuda yang berasal dari keluarga miskin berasal dari kampung kecil di Jawa Tengah. Tapi mempunyai kemauan keras untuk terus belajar dan berjuang menyelesaikan sekolahnya sampai gelar Doktor. Malahan, tampa mengandalkan kiriman orang tuanya. Sedangkan saya yang sedang menyelesaikan S.1. kalau biaya bulanan terlamabat dikirim kecewanya bukan main. Dua sosok yang berbeda...

Mungkin seperti inilah gambaran ceritanya...

Fahri tinggal di flat atau apartemen di tingkat tiga bersama Saiful, Rudi, Hamdi dan Mishbah. Adalah 4 mahasiswa yang sama-sama berasal dari Indonesia. Semuanya kuliah di Universistas Al Azhar. Memang hanya Fahri yang menempuh S.2. Saiful dan Rudi baru tingkat tiga. Sedangkan Misbah dan Hamdi sedang menunggu pengumuman kelulusan S.1.nya.

Dan di tingkat empat apartemen ini. Tinggal keluarga Tuan Boutros. Tetangga yang paling dekat dan ramah kepada semua mahasiswa Indonesia. Saya pikir betapa menyenangkan punya tetangga seperti Tuan Boutros.


Gadis Mesir bernama Maria

Namanya Maria. Dia puteri sulung Tuan Boutros dan Madame Nahed. Keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Maria kuliah dari Cairo University. Sosok gadis Mesir yang unik. Padahal dia seorang Kristen Koptik, namun ia suka pada Al-Qur’an. Bahkan ia hafal beberapa surat Al-Qur’an. Di antaranya surat Maryam. Sebuah surat yang membuat dirinya merasa bangga. Sosok yang beda keyakinan, tapi mencintai Al Quran. Bagaimana kita yang terlahir islam?


Perjalanan di dalam Metro

Metro atau kereta listrik. Dalam perjalanan ke Shubra El-Khaima, kota diujung Cairo untuk belajar qiraah sab’ah pada Syaikh Utsman Abdul Fattah. Beliau adalah murid Syaikh Mahmoud Khushari, ulama legendaries yang mendapat julukan Syaikhul Maqari’ Wal Huffadh Fi Mashr atau Guru Besarnya Para Pembaca dan Penghafal Al-Qur’an di Mesir. Di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq. Fahri tak mengurungkan niatnya untuk berangkat memenuhi janjinya. Padahal suhu udara sangat tinggi. Mencapai lebih 40 derajat celcius. Bisa di banyangkan betapa panas kota Cairo.

“Semestinya memang begitu Syaikh. Tapi saya harus komitmen dengan jadwal. Jadwal adalah janji. Janji pada diri sendiri dan janji pada Syaikh Utsman untuk datang.” Ucap Fahri.


Mati, jodoh, dan riski Tuhan yang atur

Perjalanan di dalam metro menuju ke Shubra. Padahal betapa inginya Fahri duduk dalam perjalanan yang jaraknya lumayan jauh sekitar lima puluh kilo meter lebih. Bisa duduk adalah riski. Tapi ketika masuk kedalam metro tak menyisakan tempat duduk. Sebagian malah masih ada yang berdiri. Berarti belum riski. Dan ketika kesempatan itu datang di depan mata. Fahri tahu siapa yang lebih berhak untuk duduk. Tak mementingkan diri sendiri. Dan kembali, ketika menyisakan 1 tempat duduk yang kosong, ketika hendak duduk muncul seorang perempuan berabaya biru tua, dengan jilbab dan cadar biru muda naik dari pintu. Dan Fahri mempersilahkan ia duduk.

Dan perjalanan dalam metro berlanjut. Begitu pintu terbuka, beberapa penumpang turun beberapa naik. Tetap tak menyediakan satu kursi kosong. Tak jauh berbeda seperti naik kereta; Bogor ke arah Jakarta disetiap stasiun ada yang turun dan ada yang naik. Kali ini tak biasa, memang. Di udara sepanas ini. Tiga orang bule yang berasal dari Amerika tampaknya, masuk. Memilih mengunakan metro. Padahal biasanya bule yang berasal dari Amerika, lebih memilih mengunakan taxi ber-Ac. Kalo ingin berpergian. Salah seorangnya adalah nenek-nenek. Wajahnya tampak pucat. Mungkin karena kepanasan. Tak ada yang bergerak mempersilakan nenek bule itu untuk duduk.

Dan akhirnya ia luluh juga melihihat derita si nenek bule. Perempuan bercadar biru muda itu bangkit dari duduknya.

Tapi, “Busyit! Hei perempuan bercadar, apa yang kau lakukan!” teriak seorang pemuda Mesir yang tak menyukai apa yang ia lakukan kepada nenek bule Amerika itu. Padahal Amerika biang kerusakan negara-negara Arab. Tentu saja kebanyakan orang arab tak menyukai warga negara Amerika.

“Apa saya salah?” tanya wanita bercadar.

Mendengar jawaban seperti itu si pemuda Mesir malah semakin naik pitam. Ia kembali membentak dan memaki-maki secara kasar. Fahri tak bisa berdiam diri melihat ketidak adilan. Lalu aku menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar. Pemuda Mesir malah menukas sengak, “Orang Indonesia, kau tahu apa sok mengajari kami tentang Islam, heh!”

Fahri tak kehabisan akal. “Bacalah shalawat ke atas nabi, bacalah shalawat ke atas nabi!” ucap Fahri.

Cara yang bisa menurunkan amarah orang Mesir. Akhirnya, jika kebenaran ada di depan mata, orang Mesir mudah luluh hatinya. Bagaimana dengan orang Indonesia yang katanya sangat ramah? Apa bisa kita akan luluh hati, ketika menemukan kebenaran?

Memasuki pertengahan cerita disinilah saya diajak bertualangan yang sesungguhnya dalam kisah Ayat-Ayat Cinta. Disini Fahri menggalami beberapa masalahnya. Mulai dari sakit parah sampai di cintai semua orang. Dan ceritanya mulai i menyentuh hati saya, hingga air matapun tak dapat dibendung.


Cobaan

“Orang yang dicintai Nurul, yang namanya selalu dia sebut dalam doa-doanya, yang membuat dirinya satu minggu ini tidak bisa tidur entah kenapa, adalah FAHRI BIN ABDULLAH SHIDDIQ!”

Dicintai bidadari dunia juga adalah cobaan bagi Fahri. Seorang gadis bernama Nurul jatuh hati padanya. Sayangnya Nurul telah terlambat. Mungkin ini adalah cobaan yang begitu berat yang Fahri dapatkan.


Pernikahan sudah di depan mata

Siapa yang tidak ingin menikahi gadis sholeha, cantik dan juga kaya raya? Betapa beruntung Fahri bisa menyunting gadis keturunan Jerman-Turki bernama Aisha. Bagaimana bisa ikatan ini terjadi?


Fitnah

Kadang inilah menariknya cerita novel. Perjalanan tokoh tak selalu mulus. Dimana keimanan Fahri benar-benar diuji. Naura, gadis yang dikasihiani akhirnya membalasanya dengan tuba. Hingga Fahri harus terseret kealam penjara dan disiksa. Untunglah keimanan Fahri tak goyah sedikitpun.


Buku harian Maria

“Fahri, ini agenda pribadi Maria. Tempat ia mencurahkan segala perasaan dan pengalamannya yang sangat pribadi yang terkadang kami tidak mengetahuinya. Termasuk cintanya padamu yang luar biasa. Kami tidak pernah menyalahkanmu dalam masalah ini. Sebab kamu memang tidak bersalah. Kamu tidak pernah melakukan tindakan yang tidak baik pada Maria. Kami juga tidak bisa menyalahkan Maria. Bacalah beberapa halaman yang telah kami tandai itu agar kau mengetahui bagaimana perasaan Maria terhadapmu sebenarnya,” kata Tuan Boutros.
Betapa besar cinta seorang gadis Mesir pada Fahri. Entah apa penyebapnya membuat Maria jatuh sakit hingga koma, tak sadarkan diri.


Ayat-ayat cinta

Semua indah pada waktunya. Itulah jalan Allah SWT. Tak ada yang tahu. Keadilan itu masih ada. Sidang penentuan membuktikan Fahri tak besalah dari tuntutan Noura. Dan Noura mengakui dengan jujur semua kesalahanya.
Akhirnya! Kebahagian itu juga selalu ada. Bagaikan nyayian dari surga datangnya. Menyentuh nestapa batin yang sangat dalam.


Sekian...

Betapa irinya saya pada seorang Fahri sehingga semua gadis mencintainya. Dari Nurul, Aisha, Naura, dan Maria. Adalah gadis-gadis yang sempurna. Jatuh cinta pada seorang Fahri? Sebenarnya yang paling ingin saya tanyakan lansung padanya, hanya satu! “Sebenarnya seberapa ganteng kamu, Fahri?”

Ahhahaha, untung saya cuma penasaran saja. Perjalanan cinta sejati. Wuhhh indah sekali.!!!

Bagi yang belum membacanya, saran aja nich; untuk membacanya.!!! Dan ternyata meresensi itu tidak terlalu susah dan terlalu mudah, inilah hasilnya yang jauh dari kata sempurna...

Tidak ada komentar: